BAB I
PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG PENILAIAN KINERJA
Dalam suatu perusahaan atau organisasi,
hasil kerja atau karya pegawai yang dihasilkan dari penggabungan antara
kemampuan serta semangat pegawai merupakan aspek penting dalam menentukan
prestasi kerja pegawai yang terwujud pada kinerja dan produktivitasnya.
Selanjutnya, diperlukan suatu tolak ukur satu standar untuk mengetahui sejauh
mana, seberapa besar atas pencapaian prestasi kerja pegawai. Peniliaian kinerja
merupakan cara pengukuran yang sistematik dan terukur, sehingga sangat efektif
bila diterapkan dalam organisasi atau perusahaan yang ingin maju atau tetap
eksis.
Penilaian kinerja menitikberatkan pada
penilaian sebagai suatu proses pengukuran penilaian. Hal utama dari penilaian
ini adalah teknik-teknik (metode/pola) yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan ketepatan serta validitas penilaian.Produktivitas,
disiplin, kehadiran, ketelitian kerja dapat diukur secara kuantitatif,
sedangkan kemampuan bergaul, kesediaan kerja sama tidak dapat diukur secara
kuantitatif murni. Kesulitan membuat ukuran yang benar-benar objektif
dipengaruhi oleh kenyataan bahwa persepsi manusia berbeda satu dengan lainnya.
Dengan sistem penilaian yang formal, kinerja karyawan
dibandingkan dengan target baku yang telah disepakati, sehingga mampu
memberikan arah tindakan yang berorientasi pada sasaran atau target serta
mengambil tindakan korektif untuk menanggulangi kinerja yang kurang baik atau
buruk. Agar performance appraisal tersebut memberikan manfaat yang optimal,
pelaksanaannya harus diselenggarakan secara tepat, konsisten dan
berkenlanjutan.
1.2
TUJUAN PENILAIAN KINERJA
Penilaian kinerja menurut Werther dan Davis (1996:342) mempunyai beberapa tujuan dan manfaat bagi organisasi dan
pegawai yang dinilai, yaitu:
1)
Performance Improvement, yaitu memungkinkan pegawai dan manajeruntuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan
peningkatan kinerja.
2)
Compensation adjustment, membantu
para pengambil keputusan untuk menentukan siapa
saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.
3)
Placement decision, menentukan promosi, transfer, dan demotion.
4)
Training anddevelopment need, mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai agar kinerja
mereka lebih optimal.
5)
Carrer planning and development, memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai.
6)
Staffing process deficiencies,mempengaruhi prosedur perekrutan pegawai.
7)
Informational inaccuracies and job-design
errors, membantu
menjelaskan apa saja kesalahan
yang telah terjadi dalam manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job-analysis, job-design, dan sistem informasi
manajemen sumber daya manusia.
8)
Equal
employment opportunity, menunjukkan
bahwa placement decision tidak diskriminatif.
9)
External
challenges, kadang-kadang
kinerja
pegawai dipengaruhi olehfaktor eksternal seperti keluarga, keuangan pribadi,
kesehatan, dan lain-lainnya.Biasanyafaktor ini
tidak terlalu kelihatan, namun dengan melakukan penilaian kinerja, faktor-faktor
eksternal ini akan
kelihatan sehingga membantu
departemen sumber daya manusia untuk
memberikan bantuan bagi peningkatan kinerja pegawai.
10)
Feedback, memberikan umpan balik bagi urusan
kepegawaian maupun bagi pegawai itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
DEFINISI PENILAIAN KINERJA
Penilaian
kinerja atau penilaian prestasi
kerja menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut:
1.
Utomo Tri
Widodo
Penilaian prestasi kerja adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah
ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran
(hasil kerjanya) dengan
persyaratan deskripsi pekerjaan
yaitu standar pekerjaan yang telah
ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
2.
Siagian
Penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam
melakukan penilaian prestasi kerja
para pegawai yang
di dalamnya terdapat berbagai faktor seperti :
a.
Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan
tertentu juga
tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan;
b.
Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang
realistik, berkaitan langsung
dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif;
c.
Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan
lima maksud:
i. Apabila penilaian tersebut positif maka
penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa
yang akan datang sehingga kesempatan meniti
karier lebih terbuka baginya.
ii. Apabila
penilaian tersebut bersifat
negatif maka pegawai
yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan
sedemikian rupa mengambil berbagai langkah
yang
diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.
iii. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif,
kepadanya diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
iv. Hasil
penilaian yang dilakukan secara
berkala itu terdokumentasikan secara
rapi dalam arsip
kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun
merugikan pegawai bersangkutan;
v. Hasil
penilaian prestasi kerja
setiap orang menjadi
bahan yang selalu
turut dipertimbangkan
dalam setiap keputusan yang dambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah,
demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
3.
Mondy dan Noe
Penilaian kinerja merupakan suatu sistem formal yang
secara berkala digunakan
untuk mengevaluasi kinerja
individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.
4.
Mejia
Penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
a)
Identifikasi, yaitu menentukan
faktor-faktor kinerja yang
berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengacu pada hasil analisa jabatan.
b)
Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada
proses ini, pihak manajemen
menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus
melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar
pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
c)
Manajemen, proses ini merupakan
tindak lanjut dari
hasil penilaian kinerja.
Pihak manajemen
harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di
organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan
balik dan pembinaan
untuk meningkatkan kinerja pegawainya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, mengenai
pengertian penilaian kinerja, terdapat benang merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan
bahwa penilaian kinerja merupakan
suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung
kesuksesan organisasi atau yang terkait
dengan pelaksanaan tugasnya.
Proses penilaian dilakukan dengan
membandingkan kinerja pegawai terhadap standar yang telah ditetapkan atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang
memiliki kesamaan tugas.
Dalam kaitannya dengan kebijakan personalia
berdasarkan merit system, maka
penilai karya pegawai sebagai “proses
sistematik untuk menilai segenap perilaku kerja pegawai dalam periode waktu kerja
tertentuyang akan menjadi dasar penetapatan kebijakanpersoanlia dan
pengembangan pegawai.”
II.2
KRITERIA PENILAIAN KINERJA
Ada beberapa poin penting berkaitan
dengan kriteria penilaian kinerja pegawai, yakni :
1.
Reliable,
measure: harus mengukur perilaku kerja dan
hasilnya secara objektif.
2.
Content
valid: secara rasional harus terkait dengan
kegiatan kerja.
3.
Defined
specific: meliputi segenap perilaku kerja dan
hasil kerja yang dapat diidentifikasikan.
4.
Independent:
perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang
komprehensif.
5.
Non-overlaping:
tidak ada tumpang tindih antar kriteria.
6.
Comprehensive:
perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan.
7.
Accessible:
kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif.
8.
Compatible:
kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi.
9.
Up
to date: sewaktu-wkatu kriteria perlu ditinjau
ulang melihat kemungkinan adanya perubahan oranganisasi (keadaan terbaru dalam
organisasi).
II.3 ELEMEN DALAM PENILAIAN KINERJA
Penilaian
kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang
tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya
ditujukan untuk menilai dan memperbaiki
kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih
baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerjamembutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil
pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran.
Elemen-elemen
utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis adalah:
1.
Performance Standard (Tolak ukur kinerja)
Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar
yang jelas yang dijadikan tolok ukur atau patokan
terhadap kinerja yang akan diukur. Standar yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan
jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja
ini.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baikdan benar yaitu
validity, agreement, realism, dan objectivity.
a.
Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis
pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut
memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
b.
Agreement
berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian.
Ini berkaitan dengan prinsip validity
di atas.
c.
Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat
dicapai oleh para pegawai
dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
d.
Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil,
mampu mencerminkan keadaan
yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.
2.
Kriteria Manajemen Kinerja (Criteria for Managerial Performance)
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa
dimensi, yaitu kegunaanfungsional (functional
utility), keabsahan (validity),
empiris (empirical base), sensitivitas(sensitivity),
pengembangan sistematis (systematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).
a.
Kegunaan fungsional
bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi,
kompensasi, dan pengembangan
pegawai, maka hasil penilaian kinerja
harus valid, adil,
dan berguna sehingga
dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b.
Valid atau mengukur apa yang
sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.
c.
Bersifat empiris, bukan berdasarkan perasaan semata.
d.
Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja,
yaitu kinerja, bukan
hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e.
Sistematika kriteria. Hal ini tergantung dari kebutuhan organisasi dan
lingkungan organisasi.
Kriteria yang sistematis tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru
lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan
begitu juga sebaliknya.
f.
Kelayakan hukum yaitu kriteria itu harus sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Dimensi-dimensi ini digunakan
dalam penentuan jenis-jenis
kriteria penilaian kinerja. Adapun
kriteria-kriteria tersebut adalah
people-based criteria, product-based criteria, behaviour-based criteria.
i.
People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan
fungsional sehingga banyak digunakan untuk
seleksi dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat berdasarkan
penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti
pengalaman,kemampuan intelektual, dan keterampilan.
ii.
Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people-based
criteria. Kriteria ini
didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai.
iii.
Behaviour-based criteriamempunyai
banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika, normatif, atau teknis. Kriteria ini
dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan sesuai dengan aspek-aspek tersebut.
3.
Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur,
dan mencerminkan hal-hal yang memang
menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja juga berarti membandingkan antara standar yang telah
ditetapkan dengan kinerja sebenarnya
yang terjadi. Pengukuran kinerja
dapat bersifat subyektif
atau obyektif. Obyektif
berarti pengukuran kinerja
dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain yang melakukan penilaian dan bersifat
kuantitatif. Sedangkan pengukuran yang bersifat subyektif berarti pengukuran
yang berdasarkan pendapat pribadi atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk diverifikasi oleh orang
lain.
4.
Analisa Data Pengukuran
Setelah menetapkan standar pengukuran,
kemudian mulailah dikumpulkan data-data yang diperlukan.
Data-data dapat dikumpulkan dengan melakukan wawancara, survei langsung, atau
meneliti catatan pekerjaan dan lain sebagainya. Data-data tersebut
dikumpulkan dan dianalisa apakah ada perbedaan antara standar kinerja dengan
kinerja aktual.
5.
Bias dan Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja harus bebas
dari diskriminasi. Apapun
bentuk atau metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil,
realistis, valid, dan relevan dengan
jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya
berkaitan dengan masalah prestasi semata,
namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan pegawai.
Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:
a)
Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak
menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan
begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan
nilai negatif pada semua aspek penilaian;
b)
Liniency
and Severity Effect. Liniency effect
ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap
pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap
semua aspek penilaian. Sedangkan severity
effect ialah penilai cenderung
mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang
buruk;
c)
Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu
tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu
berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung
memberikan penilaian dengan nilai yang
rata-rata.
II.4 METODE
PENILAIAN KINERJA
1.
Rating
Scale
Merupakan metode penilaian oleh atasan
terhadap bawahan (pegawai) berdasarkan sifat-sifat atau karakteristik. Teknik
pelaksanaannya adalah para atasan mengidentifikasikan serta menentukan
faktor-faktor apa yang dianggap penting dari tugas-tugas jabatan yang hendak
diukur melalui penentuan parameternya (standar ukur).
Metode ini meliputi 3 (tiga) jenis yaitu
skala grafik, skala multi step, dan skala berbasis perilaku ( behavioral
anchored rating scales / BARS ).
2.
Cheklist
Merupakan metode dengan pendekatan
subyektif, penilai terhadap pegawai dengan menggunakan daftar periksa yang
berisi pernyataan-pernyataan khusus.
3.
Employee
Comparison
Penilaian pegawai dengan cara
membandingkan antara satu pegawai terhadap pegawai yang lainnya. Terdapat 3
(tiga) metode di dalamnya yaitu :
i.
Forced rank,
pemeringkatan pegawai.
ii.
Paired comparison,
membandingkan dan membuat keputusan penilaian oleh penilai.
iii. Forced
distribution, membuat pengelompokan para pegawai ke dalam skala prosentase
sesuai dengan prestasi kinerja pegawai.
4.
Critical
Incident
Metode ini mengharuskan para atasan
mencatat semua kejadian kritis yang dinilai penting (critical incident) dari
perilaku pegawai berdasarkan tampilan sehari-hari.
5.
Essay
Evaluation
Meminta penilai menyusun suatu karya
tulis (essay) yang isinya bisa menggambarkan tentang kelebihan dan kekurangan
setiap personil yang dinilai.
6.
Management
By Objective (Mbo)
Metode penilaian yang berorientasi pada
hasil akhir atau final result oriented, digunakan untuk mengatasi kekurangan
dari metode peenilaian lainnya yang lebih berfokus pada perumusan sasaran
prestasi yang umumnya terukur secara kuantitatif.
Prosedur pelaksanaan MbO dalam beberapa
tahapan, yaitu:
i.
Setiap bawahan diminta
menentukan bagi dirinya sendiri sasaran/ target prestasi kerja jangka pendek,
seta cara-cara memperbaiki pola kerjanya sendiri dan unitnya.
ii.
Atasan dan bawahan
bersama-sama membicarakan apa yang diperlukan mencapai sasaran tersebut.
iii. Pada
akhir masa (periode waktu) penilaian yang telah ditetapkan, atasan dan bawahan
bertemu unutk menilai apakah sasaran-sasaran tersebut dapat dicapai dengan
baik, bagaimana memperbaikinya, ataupun menetapkan sasaran-sasaran baru
berikutnya.
7.
Assesment
Center
Menidentifikasikan 3 (tiga) aspek, yaitu
kecerdasan, kepribadian, serta penampilan manajerial. Metodenya berupa psychological-test
dan simulation exercises.
BAB III
PENUTUP
III.1
KESIMPULAN
Beberapa hal yang menjadi kesimpulan
dari pembahasan di atas:
1. Penilaian
kinerja merupakan hal penting dalam mengukur sejauh mana pencapaian prestasi
kerja para pegawai dalam perusahaan / organisasi.
2. Melalui
penilaian kinerja perusahaan/organisasi dapat menentukan kebijakan-kebijakan
penting, strategis bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi pegawainya.
3. Melalui
penilaian kinerja karyawan/pegawai dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangannya, kemudian dapat memperbaikinya karena hal ini (penilaian kinerja)
menjadi pendorong (motivasi).
4. Penilaian
kinerja harus memiliki tolak ukur (standar) yang tepat, dan dilaksanakan dengan
metode-metode yang telah ada.
5. Dalam
penerapannya, perusahaan/organisasi harus benar – benar melakukan secara serius
dan menggunakan masa (periode waktu) yang tertentu, terukur. Juga disertai
penggunaan metode-metode penilaian kinerja yang tepat, efektif, dan efisien
sesuai kondisi dan bentuk perusahaan/organisasi itu sendiri (kondisional).